Tragedi Jumat pagi# oleh : KmRDN
30 AGUSTUS 2013, 01.39 WITA
sekitar pukul 12.40 datang seorang dengan seragam aparat TNI, dirumah
mengetuk pintu, saya kala itu sedang duduk di depan laptop mengetik skripsi
terbangun dan membukakakn pintu. aparat tersebut menanyakan alamat anggota TNI berinisial "S",
saya pun menjawab tidak tahu, karena saya juga pendatang. aparat tersebut terlihat panik dan tergesa-gesa
dan langsung meminta bantuan kepada saya untuk dipinjamkan Handpone, untuk menghubungi komandannya.
dalam perbincangannya anggota TNI yang ditugaskan sebagai Babinsa di wilayah Mande I tersebut
mengatakan bahwa telah terjadi pembacokan salah satu mahasiswa karumbu,
oleh oknum tak dikenal saat pesta orhen di Mande.
Mendengar berbincangan aparat TNI tersebut saya terkejut dan menanyakan, "korbannya anak karumbu mana pak?
TNI menjawab: "saya juga kurang tahu, tapi yang jelas orang karumbu anak mapala".
setelah menghubungi komandannya, aparat TNI itupun pamit pulang sambil mengulurkan tangannya
untuk berjapatangan dengan saya dan mengucapkan terimkasih.
terlintas dibenak saya, telah terjadi konflik antar etnis, dan mungkin akan merembet. sambil menutup pintu dan mematikan lampu untuk membaringkan tubuh
denga penuh do'a semoga tidak terjadi apa-apa malam ini. karena dalam perjalanan pengalaman perkuliahan, biasanya masalah individu, akan menjalar ke ras atau etnis.
Tak lama kemudian, terdengar suara semacam orang yang saling mengejar, dan saling melempar di sekitar kampus, saya semakin panik, dan ingin mengetahui kronologi permasalahan.
selang beberapa menit kemudian, terdengar pengumuman di masjid mande, bahwa telah terjadi pelemparan rumah warga oleh pihak mahasiswa,
dan agar anak muda segera keluar dan menangani konflik tersebut.
sayapun menjadi semakin deg-degan, apalgi saat itu saya bersama istri saya. istri saya yang saat itu tertidur lelap, terbangun melihat sikap saya yang
kebingungan. apalagi rumah kediaman kami berada didepan jalan lintas kampus, menjadi tempat lalu lalaknya motor dan orang yang berlarian.
selang beberapa menit (01.30 wita), datang sekumpulan orang sekitar 14 san, terlihat marah dan bringgas, ditangan mereka terlihat ada yang memegang kayu, batu besar, dan senjata tajam.
terdengar nada mereka "ada motornya didalam, sapu rata rumahnya".
tanpa berpikir panjang orang-orang yang tak dikenal itu, menghujani rumah kami dengan batu dan kayu, bunyi seng atap rumah, kaca berhamburan, plafon jendela rumah berpatahan,
bebek dan kaca motor berpecahan, komputer hancur, menjadikan suasana memanas seakan berada di medan perang, istri saya yang sedang berbadan dua, terkaget dan berteriak meminta bantuan, "apa yang terjadi bang, tolong, saya takut" teriak istri saya,
saya hanya bisa memeluk istri saya dan membangunkan
pemilik rumah, saat itu saya dan ibu dan bapak guru pemilik rumah dan 3 orang adik kampung didalam rumah berusaha mengamankan diri dari amuk impas masa. kami takbisa berbuat apa
hanya bisa menyaksikan mahluk kesurupan tak berperikemanusiaan itu meluluhlantakan rumah.
ibu guru pemilik rumah, melihat rumahnya luluhlantah, berteriak "apa salah kami, kena rumah kami dilempar dengan batu" tunggu saya telpon polisi, Awas kalian!!! mendengar nada ibu guru tersebut,
manusia-manusia bringgas bermata merah itu, menghentikan kemarahannya dan melakukan penyisiran kekos-kos yang didominasi oleh orang-orang langgudu (karumbu).
selepas itu (01.39 wita), kami hanya bisa menyaksikan koin-koin kaca dan prabot rumah yang berserakan, tak sadar tangan kiri saya berlumur darah terkena batu bata
lemparan massa ketika melindungi istri saya. istri saya hanya bisa menangis dan bernada " ada apa sih ini bang, kenapa mereka melempari rumah ini".
saya terdiam, sambil melihat apa suasananya sudah aman atau tidak. stelah melihat situasi yang sudah kondusif akhirnya, saya mengamankan barang-barang berharga seperti motor dan laptop, serta mengamankan istri dan adik-adik se-kampung di rumah ketua RT, takutnya terjadi amuk masa susulan.
melihat rumah hamipr rata dengan tanah, tetangga berdatangan dan menanyakan kronologi permasalahan. kami hanya terdiam, karena tak tahu bagaimana kronologinya. menurut isu yang berkembang, bahwa ada salah satu penghuni rumah yang terlibat cik-cok dengan warga saat acara orkes berlangsung. dan ini memicu konflik antar etnis. sehingga yg tak bersalah ikut jadi impasnya. apalagi saat acara orkes berlangsung banyak yang melakukan pesta miras, ending acara itu harus diwarnai tawuran antar kelompok.
dehumanisasi yang terjadi, menambah daftar kasus di negeri kita yang semakin hari semakin amruk. hancurnya moralitas, hilangnya rasa kemanusiaan, kentalnya rasa pergaulan berkelompok, menimpisnya rasa kekeluargaan, menjadikan negeri ini mengukir tragedi-tragedi tragis.
tulisan ini merupakan kisah nyata saya, ketika harus menjadi korban amuk impasnya srigala bringgas, tak berpendidikan, dan tak bermoral, tak peduli di mana tangis, dimana takut, dimana darah, dimana air mata, kaum wanita dan anak-anak, yang ada dibenak mereka hanya pelampiasan amarah yang tak bertitik.
tulisan ini juga menjadi evaluator bagi kaum terdidik agar memahami hakikat menjadi calon pendidik, karena saat ini negeri kita diambang kehancuran moralitas, krisis ahlak, tinggal menunggu pergantian regenerasi. wahai roh dan raga yang terilhami, bangun dan sadar, bahwa kita adalah manusia berakal, bukan manusia berperikebinatangan.
*peristiwa, amuk impas jumat pagi pukul 01.30 s/d 04.30 wita, erabaru rt.12/04 kota bima.
Untuk documentasi kejadian dapat dilihat pada tulisan selanjutnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar